Beranda | Artikel
Bagaimana Warna Rambut Nabi Muhammad? Syaikh Abdul Karim al-Khudhair #NasehatUlama
Senin, 31 Oktober 2022

Ia meriwayatkan, “… dan tidak ada di kepala dan jenggot beliau 20 helai uban.”
Diriwayatkan Ibnu Sa’ad dengan sanad sahih, dari Tsabit, dari Anas,
Anas berkata, “Tidak ada uban di kepala dan jenggot Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
kecuali 17 atau 18 helai uban saja.”

Tujuh belas atau delapan belas helai uban.
Sedangkan dalam riwayat hadis (pertama tadi), “… dan tidak ada di kepala dan jenggot beliau 20 helai uban.”
Tidak terdapat perselisihan di antara keduanya.

Adapun dalam riwayat lain yang menafikan adanya uban
maka yang dimaksud adalah penafian banyaknya uban, bukan penafian ada tidaknya.
Baik. Oleh karenanya, terdapat riwayat sahih dari Anas radhiyallahu ‘anhu,
Anas berkata, “Allah tidak membuatnya terlihat jelek dengan uban.”

Yakni uban yang terlihat jelas, yang dianggap jelek oleh beberapa kalangan.
Tidak diragukan lagi bahwa uban adalah sesuatu yang jelek menurut banyak orang.
Terlebih lagi menurut kaum wanita.

Namun saat Nabi ‘alaihis shalatu wassalam bersabda, “Surat Hud dan surat-surat semisalnya membuatku beruban.” Maksudnya bukan uban yang terlihat jelas?
Pertama, hadis ini dikenal para ulama sebagai hadis mudhtharib, jadi hadis ini lemah.

Meskipun Ibnu Hajar dapat mentarjihkan sebagian hadis dari sebagian riwayat lainnya
dan menghilangkan idhthirabnya, serta dinaikkan derajatnya oleh beberapa ulama ke derajat hasan.

Jadi, uban di sini dapat memiliki arti harfiah atau maknawi.
Uban selain bisa bermakna rambut yang putih, bisa juga bermakna kelemahan fisik.
Tidak harus bermakna uban.

Dalam riwayat sahih dari Anas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak dijadikan Allah terlihat jelek dengan uban.
Lalu dalam akhir hadis Said dari Rabi’ah yang telah diisyaratkan sebelumnya dalam Shahih al-Bukhari,

disebutkan bahwa Rabi’ah berkata, “Lalu aku melihat sebagian rambut beliau, dan ternyata warnanya merah …”
Yakni yang membenarkan Nabi memiliki uban, memandang maksudnya adalah rambut-rambut merah ini.

Ya, (Ia melanjutkan), “… Kemudian aku menanyakan tentang itu. Lalu dijawab, ‘Memerah karena terkena minyak wangi.’”
Dari sini, dapat dipahami maksud dari penafian uban.
Diriwayatkan juga dalam al-Mustadrak dari jalur Abdullah bin Muhammad bin Aqil,

dan ia dikenal memiliki masalah dalam hafalannya.
Ya, Abdullah bin Muhammad bin Aqil dikenal hafalannya buruk.
Diriwayatkan bahwa Umar bin Abdul Aziz bertanya kepada Anas, “Apakah Nabi memakai semir rambut?
Karena aku melihat sebagian rambut beliau berwarna (tidak hitam).”

Anas menjawab, “Rambut yang berwarna itu
karena minyak wangi yang dipakai pada rambut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Itulah yang mengubah warnanya.”

Bisa jadi Rabi’ah juga bertanya kepada Anas tentang itu.
Sekarang terdapat perbedaan antara riwayat-riwayat ini, antara yang menafikan dan yang menetapkan adanya uban.

Ulama yang menafikannya menggunakan riwayat itu untuk makna menafikan uban secara harfiah, atau uban yang banyak dan jelas terlihat.
Sedangkan ulama yang menetapkan adanya uban, menetapkan adanya beberapa helai uban saja yang tidak setiap orang dapat melihatnya.

Sebagian orang mungkin tidak dapat melihatnya jika jumlahnya hanya dua puluhan, tidak melihatnya dengan jelas.
Atau ulama yang menafikannya dengan mengambil hukum mayoritasnya.
Penetapan dan penafian ini bisa jadi juga bermuara kepada satu hal yang sama.

Rambut-rambut Nabi yang berwarna merah ini,
bagi orang yang menetapkannya sebagai uban
karena ia berubah dari warna hitamnya.

Sedangkan yang tidak menganggapnya sebagai uban mengatakan karena rambut itu berubah warna akibat minyak wangi,
bukan akibat perubahan warna dari hitam ke putih sebagaimana uban pada umumnya.

قَوْلُهُ وَلَيْسَ فِي رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ عِشْرُونَ شَعْرَةً بَيْضَاءَ

أَخْرَجَ ابْنُ سَعْدٍ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ

قَالَ مَا كَانَ فِي رَأْسِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِحْيَتِهِ

إِلَّا سَبْعَ عَشْرَةَ أَوْ ثَمَانِي عَشْرَةَ شَعْرَةً بَيْضَاءَ

سَبْعَ عَشْرَةَ أَوْ ثَمَانِي عَشْرَةَ

وَالْحَدِيثُ وَلَيْسَ بِرَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ عِشْرُونَ شَعْرَةً بَيْضَاءَ

يَعْنِي لَا اخْتِلَافَ مَا فِيْهِ الِاخْتِلَافُ

وَأَمَّا مَا جَاءَ مِنْ نَفْيِ الشَّيْبِ فِي رِوَايَةٍ

فَالْمُرَادُ بِهِ نَفْيُ كَثْرَتِهِ لَا أَصْلُهُ

نَعَمْ وَمِنْ ثَمَّ صَحَّ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

قَالَ لَمْ يَشِنْهُ اللهُ بِالشَّيْبِ

يَعْنِي الشَّيْبُ الْوَاضِحُ الَّذِي يُسْتَقْذَرُ عِنْدَ بَعْضِ الْفِئَاتِ

لَا شَكَّ أَنَّهُ الشَّيْبُ شَينٌ عِنْدَ كَثِيرٍ مِنَ النَّاسِ

لَا سِيَّمَا النِّسَاءُ

لَكِنْ لَمَّا قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ شَيَّبَتْنِي هُودٌ وَأَخَوَاتُهَا فَمَاذَا أَرَادَ بِهَا لَيْسَ الْمُرَادُ الشَّيْبَ الْوَاضِحَ الظَّاهِرَ؟

أَوَّلًا الْحَدِيثُ مَعْرُوفٌ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ مُضْطَرِبٌ فَهُوَ ضَعِيفٌ

وَإِنْ كَانَ الْحَافِظُ ابْنُ حَجَرٍ تَمَكَّنَ مِنْ تَرْجِيحِ بَعْضِ الرِّوَايَاتِ عَلَى بَعْضٍ

وَنَفَى عَنْهُ الِاضْطِرَابَ وَرَقَّاهُ بَعْضُهُمْ إِلَى الْحُسْنِ

فَالشَّيْبُ إِمَّا أَنْ يَكُونَ حِسِّيًّا أَوْ مَعْنَوِيًّا

وَالشَّيْبُ كَمَا يَكُونُ بِبَيَاضِ الشَّعْرِ يَكُونُ أَيْضًا بِانْهِدَادِ الْجِسْمِ يَعْنِي ضَعْفٍ

لَا يَلْزَمُ مِنْهُ شَيْبٌ

ثَبَتَ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

لَمْ يَشِنْهُ اللهُ بِالشَّيْبِ

وَجَاءَ بَعْدَ حَدِيثِ سَعِيدٍ عَنْ رَبِيعَةَ الْمُشَارِ إِلَيْهِ سَابِقًا عِنْدَ الْبُخَارِيِّ

قَالَ رَبِيعَةُ فَرَأَيْتُ شَعْرًا مِنْ شَعْرِهِ فَإِذَا هُوَ أَحْمَرُ

يَعْنِي مَنْ أَثْبَتَ الشَّيْبَ رَأَى هَذِهِ الشَّعَرَاتِ الْحُمُرَ

نَعَمْ فَسَأَلْتُ فَقِيلَ احْمَرَّ مِنَ الطِّيبِ

وَهُنَا يَتَّجِهُ النَّفْيَ نَعَمْ

وَفِي الْمُسْتَدْرَكِ مِنْ طَرِيقِ عَبْدِ اللهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ

وَمَعْرُوفٌ أَنَّهُ فِي حِفْظِهِ شَيْءٌ

نَعَمْ سَيِّئُ الْحِفْظِ عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ مَعْرُوفٌ

أَنَّ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ قَالَ لِأَنَسٍ هَلْ خَضَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟

فَإِنِّي رَأَيْتُ شَعْرًا مِنْ شَعْرِهِ قَدْ لَوَّنَ

فَقَالَ إِنَّ هَذَا الَّذِي لَوَّنَ

مِنَ الطِّيبِ الَّذِي كَانَ يُطَيَّبُ بِهِ شَعْرُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

فَهُوَ الَّذِي غَيَّرَ لَوْنَهُ

وَلَعَلَّ رَبِيعَةَ سَأَلَ أَنَسًا عَنْ ذَلِكَ أَيْضًا

الْآنَ فِيهِ اخْتِلَافٌ بَيْنَ هَذِهِ الرِّوَايَاتِ بَيْنَ نَفْيِ شَيْبٍ وَبَيْنَ إِثْبَاتِهِ

مَنْ نَفَاهُ نَفَى بِذَلِكَ الشَّيْبَ الْحَقِيقِيَّ أَوِ الْكَثِيرَ الْوَاضِحَ

مَنْ أَثْبَتَهُ أَثْبَتَ شُعَيْرَاتٍ لَا تَبِيْنُ لِجَمِيْعِ النَّاسِ

يُمْكِنُ بَعْضُ النَّاسِ مَا تَبِيْنُ لَهُ إِذَا كَانَ الْعَدَدُ مِنَ الْعِشْرِينَ مَا يَبِيْنُ لَوْنُهُ نَعَمْ

أَوْ حَكَمَ عَلَى الْغَالِبِ مَنْ نَفَى

وَأَيْضًا قَدْ يَرِدُ النَّفْيُ وَالْإِثْبَاتُ إِلَى جِهَةٍ وَاحِدَةٍ

هَذِهِ الشَّعَرَاتُ الْحُمُرُ

مَنْ أَثْبَتَ أَنَّهَا شَيْبٌ

لِأَنَّهَا مُتَغَيِّرَةٌ عَنِ السَّوَادِ

وَمَنْ أَثْبَتَ أَنَّهَا لَيْسَتْ بِشَيْبٍ قَالَ إِنَّ تَغَيُّرَهَا بِسَبَبِ الطَّيِّبِ

لَا بِسَبَبِ تَغَيُّرِ انْتِقَالِ الشَّيْبِ الشَّعْرِ مِنَ السَّوَادِ إِلَى الْبَيَاضِ كَمَا هُوَ مَعْرُوفٌ فِي الشَّيْبِ


Artikel asli: https://nasehat.net/bagaimana-warna-rambut-nabi-muhammad-syaikh-abdul-karim-al-khudhair-nasehatulama/